Aliran kata dari akal dan hati. Sebuah upaya menebar manfaat melalui jejak digital. Semoga menjadi علم ينتفع به .

9 Februari 2022

Ringkasan Buku LOGIKA ILMU MENALAR - Bab III

 

Sumber: Dokumentasi Pribadi


Dr. W. Poespoprodjo, S.H., S.S., B.Ph., L.Ph. dan Drs. EK.T. Gilarso, Logika Ilmu Menalar Dasar-Dasar Berpikir Tertib, Logis, Kritis, Analitis, Dialektis, Penerbit Pustaka Grafika, Bandung, Cet. II, 2006.

PUTUSAN DAN KALIMAT

1. Putusan atau proposisi adalah perbuatan manusia yang di dalamnya ia mengakui atau memungkiri sesuatu. Unsur-unsur putusan ada tiga yaitu:
a. subjek logis (S), biasa disingkat “subjek” saja
b. predikat logis (P), biasa disingkat “predikat” saja
c. hubungan antara subjek dan predikat yang dinyatakan dalam afirmasi (S = P) maupun negasi (S ≠ P)

2. Penggolongan putusan
a. Putusan kategoris yaitu putusan tanpa syarat. Dapat diperinci secara mutlak atau ditambah dengan keterangan modalitas, seperti: pasti, mungkin, mustahil, dan lain-lain.
b. Putusan hipotesis yaitu putusan dengan syarat yang diperinci dengan:
- kondisional: Jika … maka …
- disjungtif: … atau … atau …
- konjungtif: tidak sekaligus … dan …

3. Putusan kategoris dirumuskan dalam bentuk kalimat berita. Dalam kasus pertanyaan dan jawaban terkadang putusan hanya diungkapkan dalam satu kata, misalnya:
a. Apakah anjing ini galak?  Tidak.
Anjing ≠ galak
S ≠ P
b. Gambar apa ini? Segitiga
Gambar ini = gambar segitiga
S = P

4. Dalam putusan afirmatif S dan P dinyatakan sebagai satu kesatuan, sehingga luas S termasuk ke dalam luas P, misalnya: Kucing itu binatang. Berarti kucing termasuk lingkungan binatang.

5. Dalam putusan negatif S dan P dinyatakan berbeda meskipun dalam hal-hal tertentu memiliki memiliki kesamaan, misalnya: Kucing itu bukan anjing. Artinya tidak ada kucing yang termasuk lingkungan anjing.
 
6. Putusan dapat mengandung kebenaran ataupun kesalahan. Ukuran sebuah putusan benar atau salah adalah kesesuaian hubungan antara S dan P dengan fakta/realitas.

7. Mental state ketika melihat hubungan S dan P yang terkait dengan derajat kepastian:
a. pasti
b. dugaan/sangkaan → cukup alasan, dengan menggunakan kata “kami kira”, “tidak mustahil”, “sangat mungkin” dan sebagainya.
c. kesangsian → tidak cukup alasan, dengan menggunakan kata “barangkali”, “ada kemungkinan bahwa” dan lain-lain)

8. Luas putusan ditentukan oleh luas subjeknya. Oleh sebab itu putusan dibedakan menjadi:
a. putusan singular = subjeknya singular
b. putusan partikular = subjeknya hanya sebagian dari seluruhnya
c. putusan universal = mencakup seluruh luas subjeknya
Catatan: Luas subjek dan luas putusan harus pula diperiksa dari konteks kalimat sebelumnya.

9. Luas predikat
a. Predikat adalah singular jika secara tegas menunjukkan satu hal tertentu, misalnya: Slamet bukan orang yang terkecil dari anak-anak kelas 3.
b. Dalam putusan afirmatif, predikat adalah partikular (kecuali jika ternyata singular), misalnya: Anjing itu binatang. Artinya semua anjing adalah sejenis binatang.


c. Dalam putusan negatif, predikat adalah universal. Contoh: Manusia itu bukan kera.
Manusia ≠ kera
Manusia secara keseluruhan ≠ kera secara keseluruhan
S ≠ P

10. Penggolongan putusan menurut isinya:

11. Putusan analitis yaitu P dan S disatukan atas analisis deduktif. P menyebutkan secara eksplisit apa saja yang secara implisit terkandung dalam subjek:
a. yang kebenaran kebenarannya tidak perlu diperdebatkan (closed system statement), contoh: Manusia itu makhluk berbudi.
b. yang kebenarannya sudah disepakati bersama (agreement statement, misalnya: rumus), contoh: 1 km itu 1000 m.
c. yang sebelumnya sudah dipastikan (apriori statement), contoh: Yang persegi itu tidak bundar.

12. Putusan sintesis yaitu P disatukan (disintesiskan) dengan S atas dasar analisis induktif (pengalaman, penyelidikan, observasi, fakta). Putusan sintesis disebut juga putusan:
a. empiris/discovery statement (kebenarannya kita temukan atas dasar induksi dan pengalaman)
b. open system statement (mengenai dunia konkrit yang kita alami setiap hari)
c. aposteriori statement (yang kebenarannya tidak bisa dipastikan sebelumnya, melainkan sesudahnya atas dasar pengalaman)
Contoh putusan sintesis:
• Slamet itu sehat.
• Meja itu tidak bundar.

13. Kebanyakan putusan bersifat sintesis. Untuk pemikiran yang tepat, perbedaan antara putusan analitis dan putusan sintesis perlu kita sadari. Putusan analitis hanya dapat dicek dengan meneliti aturan yang sudah ditentukan, definisi yang telah disepakati, atau isi pengertian S. Adapun putusan sintesi dapat dicek dengan kecocokannya dengan fakta yang ada.

14. Pernyataan tentang fakta (statement of fact) yaitu putusan yang menyatakan sesuatu tentang dunia nyata, yang benar atau salahnya dapat dicek dengan mencocokkannya dengan fakta, misalnya:  Amir memakai kacamata.

15. Pernyataan tentang pendapat (statement of opinion) yaitu putusan yang menyatakan tentang pendapat, perasaan, atau interpretasi yang kebenarannya tidak dijatuhkan bila ada orang lain yang mengajukan pendapat lain.
a. Pendapat subjektif: tidak dapat dibuktikan, hanya berdasarkan “rasa”, misalnya: pendapat tentang genre musik.
b. Pendapat objektif: dapat dibuktikan karena berdasarkan pertimbangan/penilaian yang sedapat mungkin objektif. Misalnya guru yang memeriksa dan menilai tentang karya siswanya: Karangan si A lebih bagus daripada karangan si B.

16. Putusan-putusan seperti “Orang Jerman suka bernyanyi” adalah putusan yang “pada umumnya” memang benar tetapi selalu ada pengecualiannya. Putusan-putusan seperti ini termasuk kategori putusan partikular.  Hal ini perlu diperhatikan agar tidak terjadi penarikan kesimpulan yang keliru. Terkadang dibuat rumusan umum semua S = P (dalam contoh di atas: Orang Jerman suka bernyanyi) namun yang sebenarnya terjadi adalah beberapa S (partikular) = P (Beberapa orang Jerman suka bernyanyi). Oleh sebab itu diperlukan penyelidikan dengan bantuan statistik, misalnya apabila terbukti 70% orang Jerman suka bernyanyi maka dapat diputuskan bahwa “Orang Jerman cenderung suka bernyanyi”.

Tidak ada komentar: